
*KAMMI Activity*
Ini adalah kegiatan Silaturahim Humas-KAMMI-Bima dengan BEM STISIP Mbojo beserta jajarannya.
*Melepas Belenggu Masa Lalu*
Hari ini adalah masa lalu bagi masa yang akan datang. Begitu juga dengan masa yang akan datang akan menjadi masa lalu bagi masa yang akan datangnya lagi. Semuanya berjalan begitu cepat. Tak heran kiranya, bila kita hanya berpangku tangan dan tidak berbuat sesuatu apa, kita akan ditinggalkan oleh waktu yang terus berlari kencang di hadapan kita. Masa yang sudah berlalu adalah masa yang tidak akan mungkin kembali dan tak akan pernah kembali lagi. Maka kita sebagai pelaku peristiwa dituntut untuk bersikap arif dan belajar memperbaiki apa yang sudah pernah kita lakukan pada masa lalu. Agar peristiwa pahit atau perbuatan salah yang pernah kita lakukan di masa lalu itu tidak akan pernah terjadi lagi pada masa-masa selanjutnya.

*Suara Hati KAMMI*
Untuk Indonedia Tercinta
Dengarkanlah WAKIL RAKYAT KU...!!!
(Silaturahim bersama Aggt.Dewan Kota Bima)
Apa kabar suara hati
Sudah lama baru terdengar lagi
Kemana saja suara hati
Tanpa kau..., sepi rasanya hari
Kabar buruk apa kabar baik..,?
Yang kau bawa mudah-mudahan baik
Dengar-dengar dunia lapar, kaciaaan kn...!?
Lapar sesuatu yang benar
Suara hati kenapa pergi
Suara hati jangan pergi lagi
Kau dengarkan orang-orang yang menangis
Sebab hidupnya dipacu nafsu
Kau rasakan sakitnya orang-orang yang tertindas
Oleh derap sepatu pembangunan
Kau lihatlah pembantaian
Demi kekuasaan yang secuil
Kau tahukah alam yang kesakitan...?
Lalu apa yang akan kau suarakan
Apa kabarmu suara hati
Sudah lama baru terdengar lagi
Kemana saja suara hati
Apa yang kamu rapatkan hari ini,,,?
Adakah itu untuk RAKYATMU,,,?
***
Tsaqofah Kader
Mari kita simak apa yang dikatakan oleh Sheikh Mohammed :
“Saya tidak tahu apakah saya dapat disebut sebagai pemimpin yang baik, tetapi saya adalah seorang pemimpin. Dan saya mempunyai visi. Maka saya sudah membayangkan 20 tahun, 30 tahun ke depan. Saya belajar dari ayah saya, Sheikh Rashid. Dialah pemimpin, bapak bagi rakyat Dubai. Saya mengikuti langkah-langkah yang diteladani alamarhum. Dia selalu bangun pagi-pagi, dan berjalan seorang diri mengontrol proyek-proyek penting. Saya melakukan hal yang sama. Saya turun ke bawah, melihat sendiri. Melihat wajah-wajah, menggerakkan mereka. Saya mengambil keputusan tanpa keragu-raguan dan bergerak cepat. Dengan penuh energi.”
***
FENOMENA PERGANTIAN GENERASI
Surat Utk KAMMI-BIMA Period. 2010-2011:
Di kesempatan baik ini, kami mengajak, mari kita sejenak untuk
merefleksikan diri dan saling mengingatkan kondisi keimanan kita. Entah dari
mana baiknya kami mengawali tulisan ini, tapi satu hal yang selalu
menggentarkan hati, pikiran, hingga kesadaran alam bawah sadar ini, yakni
tentang pertanggungjawaban kita di hadapan Allah SWT kelak. Kami selalu takut, dan
selalu berharap agar kita tidak digolongkan Allah sebagai orang ‘kagetan’
ketika kita dihadapkan pada sebuah peristiwa besar yang direkam al-Qur’an
melalui firman-Nya:
"Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang
mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak, kelak mereka akan
mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui." (QS.
An-Naba’: 1-5)
Mungkin kita masih ingat ketika Aceh dihantam gempa besar yang menelan
puluhan ribu orang, begitu juga Jogja, disusul Pangandaran, dan beberapa daerah
lain dengan peristiwa alam lainnya. Secara spontan, lisan masyarakat yang
pernah kami dengar ketika kejadian hebat itu terjadi, kiamat tengah terjadi.
Spontanitas adalah bentuk kejujuran di bawah alam sadar. Dan Allah merekam
kondisi ini dengan lafadz-Nya yang sarat makna: ‘amma yatasa’alun. Yatasa’alun
berarti saling bertanya. Ini kondisi keresahan jiwa yang hebat, hingga di
tengah kegalauan dan ketidaktahuan itu mereka saling memastikan, apakah ini
kiamat. Sebagian tersadarkan akan kesalahannya yang banyak dan mengiba agar ia
diampuni. Keresahan ini merupakan kondisi jiwa yang lalai akan hakikat
kebenaran yang ia yakini dan jalani. Sekali lagi, fenomena yatasa’alun di ayat
itu mengindikasikan fakta kondisi alam bawah sadar masyarakat secara kolektif.
Saling memastikan.
‘Anin-naba’il adzim (tentang peristiwa yang besar) ayat kedua mengawali surat
an-Naba’ (berita besar) itu merujuk pada fenomena akhir zaman yang
menggemparkan banyak manusia, yakni peristiwa kiamat, sebagaimana dijelaskan
oleh ayat-ayat terakhir dari surat ini, dan juga para ahli tafsir dalam
kitab-kitabnya. Sebagaimana an-Naba’ juga merupakan isim yang memiliki akar
kata yang sama dari kata an-Nabi (pembawa berita besar), maka berita besar itu
merujuk pada berita-berita kebenaran yang dibawa oleh para nabi. Namun sering
kali terlintas dalam benak kami, bahwa ayat ‘anin-naba’il adzim juga bersifat
umum, yang bisa jadi merujuk pada peristiwa-peristiwa besar yang meresahkan
kejiwaan, pikiran, dan spontanitas alam bawah sadar kita.
Peristiwa besar lain adalah fenomena sosial berupa penggantian generasi.
Indikasi ke arah sana sudah sedikit ditampakkan. Allah sengaja menurunkan
Kebesaran-Nya melalui anak-anak kecil yang secara ringan berkata dan berbuat
sekehendak fitrah Ilahiyah. Mereka lebih akrab dengan al-Qur’an, tahfidz,
tilawah, bahkan bercakap pun menggunakan al-Qur’an. Boleh jadi program
pendidikan anak usia dini berangkat dari fenomena kolektif perkembangan
anak-anak yang mengalami kecerdasan di usianya yang amat belia. Dalam
keseharian juga kita sering menyaksikan bocah-bocah kecil mengenakan jilbab
sedangkan ibunya tidak. Bahkan kerap ditemukan banyak orang tua yang tidak
berpendidikan agama baik, bercita-cita anaknya lebih baik dari mereka di segala
sisi terutama agama.
Fenomena di atas seakan menemukan pembenarannya pada akhir ayat 38 yang
termaktub dalam surah Muhammad [47] berikut ini: “… dan jika kamu berpaling,
niscaya Dia akan Mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan
seperti kamu (ini).”
Silakan diperhatikan. Pertama, kalimat yang digunakan bukanlah generasi
pelanjut melainkan generasi pengganti (mereka tidak seperti kamu). Kedua, ayat
itu menggunakan fi’il atau kata kerja (yastabdil) dengan dlomir Dia (Huwa),
yang mengisyaratkan bahwa Allah ‘turun tangan’ (tidak sekedar hasil rekayasa
sosial segelintir orang tanpa disertai peristiwa Ilahiyah) dalam proses
penggantian generasi ini. Jika dua premis dalam ayat di atas adalah sebuah
kebenaran, yang perlu dievaluasi adalah apakah diri kita yang digantikan
ataukah kita adalah bagian dari generasi pengganti itu. Allah Maha Mengetahui.
Lantas siapakah generasi pengganti itu? Pertanyaan ini dijawab oleh surah
setelah surah Muhammad, yakni surat Kemenangan di akhir surat pula (al-Fath
[48]: 29). Surah al-Fath memaparkan 12 bentuk kemenangan. Keduabelas bentuk
kemenangan itu hanya akan diberikan pada mereka yang memiliki kriteria berikut
ini: Pengikut Muhammad, keras pada kekafiran, berkasih sayang sesama orang
beriman, terlihat rukuk dan sujud, mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
terdapat tanda pada wajah mereka dari bekas sujudnya, terlibat dalam gerakan
dakwah kolektif yang dakwahnya mudah berkembang biak hingga musuh-musuhnya
jengkel pada kebaikan dan perkembangan pesat dakwah tersebut.
Merujuk pada isyarat Rabbaniyah di atas, sudah saatnya kita mengevaluasi
diri, apakah kita siap mempertanggungjawabkan pekerjaan-pekerjaan kita? Apakah
kualitas diri kita bagian dari generasi pengganti yang dicintai Allah dan kita
teramat sangat mencintai-Nya ataukah sebaliknya? Mari kita berharap pada
Ke-Maha-Kasih-Sayangan-Nya. Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang
diselamatkan di akhir zaman dan zaman kita saat ini, di sini, di negeri ini dan
di kawasan negeri-negeri yang di sana terucap kalimat Tauhid Tiada Ilah Selain
Allah…Allahu a’lam.
Sedikit di adaptasi dari Milis Kammi/Taujih Gerakan 2
(Kadep.Humas)
***